Kegiatan Hukum / Hasil Penelitian
I. PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Majelis Hakim dalam memeriksa perkara yang diajukan kepadanya dilakukan dalam ruang sidang pengadilan, namun dalam hal-hal tertentu yakni bila obyek sengketa tidak dapat diajukan oleh para pihak di persidangan, maka Majelis Hakim dapat melakukan pemeriksaan setempat (descente) sebagaimana diatur dalam Pasal 180 Rbg.
Dalam sengketa umpamanya harta bersama, penggugat mengajukan gugatan dengan petitum agar obyek sengketa berupa sebidang tanah ditetapkan sebagai harta bersama antara penggugat dan tergugat, bagiannya dan menghukum kedua belah membagi obyek sengketa tersebut. Disamping itu penggugat juga dalam petitumnya meminta agar obyek sengketa diletakkan sita jaminan. Atas permohonan sita jaminan tersebut, Majelis Hakim melakukan sidang insidentil lalu mengabulkan permohonan sita jaminan penggugat. Panitera melakukan penyitaan dan hasilnya diserahkan kepada Majelis Hakim. Kemudian Majelis Hakim menyatakan sita jaminan yang dilaksanakan panitera adalah sah dan berharga.
Dalam pelaksanaan sita panitera dibantu oleh tenaga ahli dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengukur luas dan batas- batas obyek sengketa. Dengan pengukuran yang cermat dan teliti dituangkan dalam putusan, sehingga bila para pihak mengajukan eksekusi putusan maka akan berjalan dengan lancar.
Dalam kenyataannya, terkadang ditemukan obyek sengketa yang telah diletakkan sita jaminan dalam perkara yang sama, Majelis Hakim melaksanakan lagi pemeriksaan setempat dengan mendatangi lokasi dengan mengukur luas dan batas-batasnya. Dalam pengukuran obyek sengketa terkadang dibantu oleh tenaga dari Badan Pertanahan Nesional dan terkadang juga tidak, meskipun pihak Pengadilan Agama
telah mengirim surat kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Hasil pemeriksaan setempat terkadang berbeda dengan ukuran yang tercantum dalam surat gugatan dan sertifikat.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pokok permasalahan dalam makalah ini adalah : Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan setempat di Pengadilan Agama? Bertitik tolak dari pokok permaslahan tersebut dapat dirumuskan dalam 3 (tiga) sub masalah sebagai berikut:
- Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan setempat terhadap obyek sengketa yang telah diletakkan sita jaminan (conservatoir Beslag).
- Bagaimana kedudukan tenaga dari Badan Pertanahan Nasional dalam pelaksanaan pemeriksaan setempat.
- Bagaimana hubungan hasil pemeriksaan setempat dengan
II. PEMBAHASAN
- Pemeriksaan Setempat Terhadap Obyek Sita
Dalam proses persidangan penggugat dalam surat gugatannya (harta bersama) meminta agara diletakkan sita jaminan terhadap obyek sengketa berupa sebidang tanah. Permohonan tersebut Majelis Hakim mengabulkannya dan mengeluarkan penetapan yang isinya memerintahkan kepada panitera atau jika berhalangan dapat digantikan oleh jurusita untuk melakukan sita jaminan terhadap obyek sengketa. Atas penetapan tersebut panitera/jurusita melaksanak sita jaminan dengan mendatangi obyek sengketa sesuai dengan lokasi yang tercantum dalam penetapan dengan mengukur luas tanah dan batas-batasnya dan dibuatkan berita acara penyitaan kemudian diserahkan kepada Majelis Hakim pemeriksa perkara. Setelah Majelis Hakim mempelajari berita acara penyitaan lalu mengumumkan dalam persidangan bahwa sita yang dilaksanakan panitera terhadap obyek sengketa berupa sebidang tanah adalah sah dan berharga.
Pada persidangan berikutnya, Majelis Hakim memandang perlu untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap obyek tersebut. Majelis Hakim dibantu oleh panitera pengganti melaksanakan pemeriksaan setempat dengan mendatangi lokasi dan mengukur serta menentukan batas-batasnya yang dituangkan dalam berita acara sidang.
Apakah sikap Majelis Hakim tersebut mencerminkan profesionalisme sebagai seorang hakim.
- Asas sederhana, cepat dan biaya
Dalam Pasal 58 ayat (3) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No.
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan
bahwa: Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Sederhana adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien dan efektif. Acaranya jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit, semakin sedikit dan sederhana formalitas-formalitas yang diperlukan dalam beracara di muka sidang, semakin baik. Sita Jaminan dan pemeriksaan setempat kedua-duanya untuk memastikan lokasi, ukuran dan batas- batasnya. Sehingga melakukan pemeriksaan setempat terhadap obyek sengketa yang telah diletakkan sita jaminan adalah merupakan tindakan dan pemeriksaan yang tidak efisien dan efektif.
Cepat menunjukkan jalannya peradilan. Terlalu banyak formalitas-formalitas merupakan hambatan bagi jalannya peradilan. Melaksanakan pemeriksaan setempat terhadap obyek sengketa yang telah diletakkan sita jaminan adalah memperlambat penyelesaian perkara yakni memakan waktu yang lama dan akan menurunkan nilai Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) bagi Pengadilan Agama yang bersangkutan.
Biaya ringan adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Biaya perkara yang tinggi menyebabkan pihak yang berkepentingan enggan untuk mengajukan perkara di pengadilan. Pelaksanaan sita jaminan memerlukan biaya yang tinggi begitu pula pemeriksaan setempat. Sehingga melakukan pemeriksaan setempat terhadap obyek sengketa yang telah diletakkan sita jaminan menghabiskan biaya yang sangat tinggi dan memberatkan pihak yang berperkara;
Oleh karena itu menurut penulis melakukan pemeriksaan setempat terhadap obyek sengketa yang telah diletakkan sita jaminan adalah tidak sejalan asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
- Konsistensi Majelis
Pelaksanaan sita jaminan terhadap obyek sengketa adalah tugas dan tanggung jawab Majelis Hakim. Benar salahnya pelaksanaan sita jaminan yang dilakukan oleh panitera/jurusita adalah tanggung jawab Majelis Hakim. Panitera/jurusita melaksanakan sita jaminan dengan mendatangi obyek sengketa sesuai dengan lokasi yang tercantum dalam penetapan dengan mengukur luas tanah dan batas-batasnya. Berita acara penyitaan yang dibuat dan ditandatangani oleh panitera/jurusita diserahkan kepada Majelis Hakim untuk dipelajari. Setelah Majelis Hakim memeriksa dan meneiti berita acara tersebut dan menilai telah tepat dan benar, maka mengumumkannya dalam persidangan bahwa penyitaan yang dilaksanakan oleh panitera terhadap obyek sengketa adalah sah dan berharga.
Pada persidangan selanjutnya Majelis Hakim menganggap perlu untuk melaksanakan pemeriksaan setempat terhadap obyek sengketa. Pemeriksaan setempat yang dilaksanakan oleh Majelis Hakim dibantu oleh panitera pengganti mendatangi lokasi, mengukur dan menentukan batas-batas obyek sengketa.
Pelaksanaan setempat yang dilaksanakan oleh hakim terhadap obyek sengketa yang telah diletakkan sita jaminan adalah merupakan suatu sikap atau tindakan yang tidak konsisten karena dia menganulir pernyataannya sendiri tentang kebenaran pada persidangan sebelumnya yang menyatakan: sita yang dilaksanakan oleh panitera adalah sah dan berharga; Oleh karena menurut penulis jika obyek sengketa dalam perkara yang sama telah diletakkan sita jaminan, maka tidak perlu dan tidak urgen lagi melakukan pemeriksaan setempat.
- Kedudukan Tenaga BPN Pada Pemeriksaan
Pemeriksaan setempat terhadap obyek sengketa dilakukan oleh Majelis Hakim atau minimal seorang hakim sebagai hakim
komisaris dengan dibantu oleh panitera pengganti baik atas inisiatif Majelis Hakim karena merasa perlu mendapatkan penjelasan dan keterangan yang lebih rinci atas obyek sengketa maupun atas permintaan salah satu pihak yang berperkara (Pasal 180 ayat (1) Rbg dan SEMA No. 7 Tahun 2001).
Jika obyek sengketa berada di luar wilayah hukum Pengadilan Agama yang menangani perkara, maka Ketua Pengadilan meminta bantuan kepada Ketua Pengadilan Agama yang mewilayahi obyek sengketa tersebut (Pasal 180 ayat (3) Rbg). Selanjutnya Ketua Pengadilan Agama yang mewilayahi obyek sengketa menunjuk hakim sebagai hakim komisaris dan dibantu oleh panitera/panitera pengganti untuk memeriksa, meneliti dan mengukur obyek sengketa. Hasilnya dituangkan dalam berita acara, lalu dikirim kepada Ketua Pengadilan Agama yang meminta bantuan pemeriksaan setempat.
Dalam point 2 (dua) SEMA No. 7 Tahun 2001 menyatakan bahwa: Apabila dibandingkan perlu dan atas persetujuan para pihak yang berperkara dapat pula dilakukan pengukuran dan pembuatan gambar situasi tanah/obyek perkara yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Nasional setempat dengan biaya yang disepkati oleh kedua belah pihak, apakah akan ditanggung oleh penggugat atau dibiayai bersama dengan tergugat.
Hal ini menunjukkan bahwa yang melaksanakan pemeriksaan setempat adalah hakim dengan dibantu oleh panitera pengganti. Kehadiran tenaga dari Badan Pertanahan Nasioanl pada pemeriksaan setempat adalah bersifat fakultatif artinya Ketua Pengadilan Agama dapat meminta kepada Badan Pertanahan Nasional untuk membantu Majelis Hakim dalam mengukur dan meneliti obyek sengketa berupa tanah. Kehadiran tenaga dari Badan Pertnahan Nasional tidaklah bersifat impratif (mutlak), sehingga ketidakhadirannya tidak mempengaruhi keabsahan pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh Hakim.
- Hubungan Pemeriksaan Setempat dengan Putusan
Jika hasil pemeriksaan setempat terhadap obyek sengketa berupa sebidang tanah sesuai dengan dalil dalam surat gugatan penggugat dan sertifikat tanah, maka hasilnya akan dimasukkan dalam putusan dan eksekusi putusan dapat berjalan dengan lancar.
Dalam pemeriksaan setempat Majelis Hakim telah mendapatkan kepastian tentang lokasi, ukuran dan batas-batas obyek sengketa berupa sebidang tanah, namun hasil pemeriksaan setempat tersebut berbeda dengan dalil dalam surat gugatan dan sertifikat yang merupakan alat bukti tertulis yang diajukan oleh penggugat dalam persidangan. Bahkan penggugat tetap mempertahankan ukurannya sebagaimana yang tercantum dalam surat gugatan dan sertifikat.
Penyikapi kasus yang seperti ini, hakim berbeda dalam penilaiannya atau pertimbangan dalam menjatuhkan putusan.
- Gugatan tidak dapat diterima (niet ontvaklijke verklaar);
Jika hasil pemeriksaan pemeriksaan setempat berbeda dengan dalil surat gugatan penggugat hal ini berarti bahwa gugatan penggugat kabur (obscuur libel), sehingga dengan demikian Majelis Hakim menjatuhkan putusan yang isinya: Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet ontvaklijke verklaar).
- Mengabulkan gugatan penggugat;
Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa meskipun hasil pemeriksaan setempat berbeda dengan ukuran tanah yang didalilkan oleh penggugat dalam surat gugatannya dan sertifikat, namun pada hakekatnya obyek sengketa itulah yang dimaksud oleh penggugat dan tergugat, maka Majelis Hakim mengabulkan gugatan penggugat sesuai dengan ukuran hasil pemeriksaan setempat.
III. PENUTUP
Demikian uraian makalah ini dan saya sadari jauh dari kesempurnaan, olehnya itu saya mohon masukan dan saran untuk melengkapi makalah ini dan semoga ada manfaatnya.
Kendari, 3 Desember 2020
Muhammad Iqbal
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama. Cet. 5; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Achmad Ali, Menang Dalam Perkara Perdata. Cet. I; Ujungpandang: Umitolia Ukhuwah Grafika,1997.
----------------, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata. Cet. I; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Dirjen Badilag, Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama. Edisi Revisi; Jakarta: 2013.
Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum.
Cet. I; Jakarta: Pustaka Kartini, 1988.
Rum Nessa dkk, Membumikan Hukum Acara Peradilan Agama Di Indonesia. Cet. I; Yogyakarta: UII Pres, 2016.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. Cet. I; Yogyakarta: Liberty, 1998.
Tresna, Komentar HIR. Cet. XIII; Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 1989. Wantjik Saleh, Hukum Acara perdata RBG, HIR. Cet. VII; Jakarta Timur:
Ghalia Indonesia, 1990.
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata. Cet. V; Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Zainal Abidin Abubakar, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama. Cet. IV; Jakarta: Yayasan Alhikmah, 1995.